Assalamu'alaikum Wr.Wb Selamat Datang di Blog Dunia Pendidikan Berbagi Wawasan Keilmuan, Keislaman Oleh : Sahrialsyah Sinar, M.Pd.I

Selasa, 25 November 2014

ULAMA KHARISMATIK SYECH HASAN MAKSUM


MUTIARA YANG TERPENDAM
( Mengupas Ulama Kharismatik Syech Hasan Maksum) 1
Oleh : Sahrialsyah Sinar
Program Pascasarjana UIN-SU Medan Jurusan PEDI Konsentrasi
Manajemen Pendidikan Islam
Jl. Sutomo Ujung No.1 Medan
 e-Mail : iyal@namiraschool.com & iyal_lantamal@yahoo.com
            Nama lengkap beliau Syeikh Hasanuddin Ma’sum gelar Imam Paduka Tuan, dan masa kecilnya bernama Hasan. Dilahirkan pada tahun 1884 M ( 1302 H ) di Labuhan Deli.
            Pada waktu itu, yaitu pada tahun 1885, Labuhan Deli telah menjadi suatu Kota Pelabuhan, ramai dengan saudagar – saudagar baik yang membuka kedai ( toko ), maupun yang pada setiap saat pulang pergi ke Malaysia. Sedang Medan ketika itu, baru satu kampung belaka, yang keadaannya tergantung pada Labuhan. Kereta api belum ada, hubungan dengan bendi ( sado ) amat sukar, meskipun hanya jarak 20 KM, karena jalannya pun berkelok – kelok, mengikuti tepi aliran Sei Deli, yang masih merupakan hutan belukar, yang kadang – kadang terjadi penyamunan.
            Dalam suasana keadaan kedua Kota demikian itulah dilahirkan Syeikh Hasan Ma’sum, yang sejak kecilnya bernama Hasan, ayahnya bernama H. Ma’sum Datuk Bandar, seorang kaya lagi ‘Alim, mempunyai tanah kebun yang luas, berpangkat Syahbandar bertitel Datuk.
            Konon titel ini berasal dari nenek moyangnya, ada riwayat yang mengatakan berasal dari Tambusai, ada yang mengatakan berasal dari Pasai ( Aceh ), dan ada pula mengatakan berasal dari Tembilahan.

            Jabatan Syahbandar itu adalah semula jabatan neneknya, tetapi setelah beliau wafat digantikan oleh ayah H. Ma’sum, sebagai syahbandar di Labuhan, karena Belawan ketika itu belum ada. Orang tuanya sangat bersuka cita dengan kelahiran Hasan, karena setelah lahirnya rezekinya bertambah murah, berlipat ganda dari yang sudah – sudah, hasil kebun ladanya menjadi – jadi menandakan turunnya hujan rahmat.
            Hasan adalah anak tunggal bagi ibunya, tiada saudaranya, melainkan lain ibu satu bapak. Sejak kecilnya telah kelihatan sifat – sifat yang baik mempunyai budi pekerti yang terpuji, tidak menyusahkan ibu bapaknya dengan menangis atau kangar melainkan selalu riang, dan sering bercakap – cakap, seolah – olah sesuatu yang terlihat dan terdengar atau terasa olehnya, diperhatikan dan difikirkan dengan seksama. Demikian sampai uur 3 tahun, wajahnya semakin berse- seri, dari air muka dan cahaya matanya terbayang sifat – sifat bakal menjadi ternama, orang yang taqwa kepada Allah S.W.T
            Ketika itu di Labuhan telah ramai dengan berbagai bangsa hingga disitu berdirilah sekolah – sekolah dan di antaranya terdapat juga sekolah Inggris.
            Maka ketika beliau ( Hasan ) berumur 7 tahun, lalu dimasukkan orang tuanya ke sekolah Inggris, gurunya adalah seorang Eurasian, dari Penang. Bernama Mr. Henry peranakan Inggris. Ketajaman otaknya ternyata benar hingga gurunya sendiri memuji beliau, setiap tahun mendapat nilai ( ponten ) yang tinggi dan terus menerus naik kelas.
            Apa saja hapalan yang disuruh hapal gurunya, tidak satupun yang tidak dapat diketahuinya apakala diuji besok harinya, yang oleh karena itu, gurunya amat kasih sayang kepada beliau.
            Disamping sekolah Inggris itu, apabila petang ( malam ), beliau pun belajar mengaji pula. Orangtuanya mengajari beliau tentang Usuluddin dan lain lain. Demikianlah semasa msih kecil, beliau telah menujukkan kemauan yang keras untuk belajar, lebih lebih yang amat digemarinya ialah ilmu agama dan segala sesuatu yang berkenaan dengan kisah Rasull S.A.W dan kisah sahabat – sahabat r.a. sampai jauh malam, dimana orang tuanya telah tidur nyenyak tapi beliau masih tetap memegang kitab dan menghapal serta mencatat apa apa yang perlu diketahuinya. Gurunya di sekolah Inggris itu bahkan controleur Labuhan sendiri telah meminta / mengajurkan kepada orang tuanya supaya beliau dikirim ke Singapura untuk meningkatkan pelajarannya di Raffles Institut supaya kelak menjadi seorang intelektual yang berguna bagi bangsanya. Tetapi orangtunay telah berniat untuk dikirim ke tanah suci ( Mekkah ) untuk mempelajari ilmu agama, karena soal agama lebih penting dipelajari.
            Apalagi ketika itu deli, Sumatera Timur umumnya masih ketinggalan dalam ilmu-ilmu agama dan syiar-syiar Islam, karena mubaliqh/ guru agama belum berapa. Sedang penduduk masih banyak lagi yang beragama pelbegu, atau agama hindu dan syiwa.
            Ketika beliau ( Hasan ) berumur genap 10 Tahun, lalu diajukanlah pertanyaan, apakah diteruskan belajar di Singapura sebagai permintaan gurunya. Atau ke Mekkah sebagai niat Ayahnya?. Lalu beliau memilih ke mekkah sebagai suatu pilihan yamg tepat. Sesuai dengan kegemaran dan niat ayahnya. Oleh karena itu kepergiannya ditunggulah dengan masa keberangkatan Jamaah Haji, agar beliau bersama-sama menuju Makkatul Mukarramah.
            Pada waktu itu jamaah haji menuju Mekkah, hanya dengan Kapal layar, karena Kapal Api Kongsi tigapun belum ada. Kapal layar itu harus menuju Sngapore lebih dahulu melalui gelombang  selat Malaka selama 4 hari 5 malam. Untuk mengisi perbekalan-perbekalan dalam melanjutkan perjalanan menuju Jeddah.
            Bahwa pelayaran semacam itu akan menhadapi mara bahaya yang sangat besar, tidak dapat dikatakan karena kapal layar itu besarnya tidak sampai sepersepuluh dari kapal api yang ada sekarang. Harus mengharungi gelombang-gelombang sebesar gunung. Terutama ditengah-tengah samudera Indonesia dan Scotra. Memang merupakan pelayaran yang mengalami penderitaan yang maha dahsyat, dan serasa-rasa nafas dilobang hidung barulah sampai di Jeddah setelah berlayar yang terkadang-kadang lamanya lebih dari 3 bulan.
            Demikianlah tiap-tiap keberangkatan Jamaah haji Indonesia pada masa itu atau kira-kira 90 tahun yang telah lalu.maka tibalah saatnya untuk memberangkatkan jamaah haji yang kira-kira pada tahun 1895, yang didalam rombongan itu ikutlah beliau (Hasan) yang pada waktu itu masih berumur 10 tahun bertolak dari pelabuhan Labuhan Deli yang diiringi ratap tangis serta suara azan yang merdu dengan doa yang gemuruh dari kaum keluarga yang tinggal.
            Hasan dipeluk cium orang tuanya, karena kasih sayangnya yang bukan kepalang.sebagai seorang ayah anaknya. Keberangkatan Hasan yang masih muda itu mendapat perhatian yang amat besar dari seluruh masyarakat dan sanak saudara, penduduk Labuhan sampai titi papan dan kampung Besar, hingga beratus-ratuslah orang yang mengantarnya.
            Pada petang hari beberapa perahu layar itupun bertolaklah dari Labuhan menuju Singapore, dengan memohon lindungan rahmat kepada Ilahi, kiranya selamat dari mara bahaya. Setelah mengharungi gelombang Selat Melaka selama ± 4 hari 5 malam, akhirnya sampailah mereka ke Singapore dengan selamat.
            Di Singapore mereka berhenti kira – kira ⅔ hari, menunggu angin yang baik sambil membeli pembekalan, pakaian dan sebagainya. Karena pelayaran dari Singapore ke Jeddah makan tempo selama 3 bulan dan paling cepat sampai 75 hari.
            Pelayaran rombongan jema’ah itu mudah – mudahan dilindungi oleh Allah SWT, tidak pernah berjumpa dengan badai yang keras, melainkan cuaca terang benderang, angin turut pula membantu, hingga laju perahu adalah ibarat ibarat kijang berlari dan akhirnya sampailah mereka ke Jeddah dengan selamat.
            Masa itu kedatangan Jamaah Haji dari Indonesia dan bawah angin dielu-elukan oleh penduduk Jeddah, dan rombongan mereka itupun mendapat sambutan yang membesarkan hati. Pada masa itu Mekkah (Hijaz) masih dibawah pemerintahan Syarif Husein. Setelah sampai di Jeddah mereka menginap dirumah tumpangan seorang Syeikh Jamaah selama dua minggu, karena menunggu kedatangan Jamaah dari India, Persia, dan mesir untuk bersama-sama berangkat ke Mekkah. Perjalanan masa itu dari Jeddah—Mekkah adalah dengan Unta, dengan kafilah yang besar, beribu-ribu sekali berangkat, cukup dengan pengawalnya, kadang-kadang diiringi dengan Asykar kerajaan karena dikhawatirkan kalau-kalau ditengah jalan berjumpa dengan penyamun-penyamun bangsa badui yang tidak kenal dengan undang-undang atau peraturan-peraturan.

MEKKAH PADA PADA KIRA-KIRA TAHUN 1875 M
Pada masa itu di Mekkah banyak Ulama-ulama besa r dan yang menjadi gurunya di antaranya :
1.      Syeikh Ahmad Khatib El Minangkabaui, berasal dari Manijau, yang disegani oleh sekalian Ulama-ulama karena kealimannya, beliau diangkat Syarif Husein menjadi Imam Syafi’I di Masjidil Haram dan kemudian diangkat pula menjadi Mufti kerajaan , suatu Jawatan yang tertinggi yang pernah ditempati oleh anak-anak Indonesia. Pada beliaulah banyak orang-orang Indonesia belajar terutama dari Sumatera, hingga murid-muridnya beratus-ratus jumlahnya.
2.      Syeikh Al-Fadhil H.Abdul Salam, seorang Ulama berasal dari Kampar.
3.      Syeikh Ahmad Khayath,seorang Ulama ternama di Mekkah dari bangsa Arab.
4.      Syeikh A. Maliki, seorang Ulama ahli Nahu yang terkenal, hingga beliau dikenal dengan “Zamawi” (Ahli Nahu zaman ini).
5.      Syeikh Saleh Baffadhil.
6.      Syeikh Amin Ridwan di Madinah berasal dari Minangkabau juga.
Maka kepada Ulama-ulama tersebut itulah beliau (Hasan) belajar Ilmu selama 9 tahun di Mekkah.
1.      Kepada Syeikh Ahmad Khatib, beliau mempelajari ilmu Fiqih sedalam-dalamnya, dan oleh gurunya itu, murid yang masih muda ini dianggap sebagai salah seorang Ulama Besar di belakangan hari melihat kesungguhan dan ketajaman otaknya. Pada masa itu bersama-samalah beliau belajar kepada Syeikh Ahmad Khatib dengan H. Amarullah, seorang Ualam terkenal diSumatera Barat.
2.      Kepada Syeikh Al-Fadhil H. Abd Salam, banyak juga beliau belajar Ilmu-ilmu Agama dan bolehlah dikatakan bahwa Syeikh Al-Fadhil Abd salam, adalah seorang guru yang menjadikan Beliau (Hasan) mengerti sedikit-sedikit bahasa Arab dengan Ilmu-ilmu yang lain.
3.      Kepada Syeikh Ahmad Khayath, beliau mempelajari Ilmu Tasawuf, dengan kesungguhan studi siang dan malam, hingga matanglah pelajaran-pelajaran Al-Ghazali, Ibnu Rusdy, dan lain-lain Imam yang besar.
4.      Kepada Syeikh Ahmad Maliki, beliau mempelajari Ilmu Nahu, Saraf, dan lain-lain dari Ulumul Arabiyah.
5.      Kepada Syeikh Saleh Baffadal, beliau belajar banyak mengenyam Ilmu-ilmu Pengetahuan.
6.      Kepada Syeikh Amin Ridwan, beliau mempelajari Ilmu-ilmu juga selama beliau berada di Madinah.
Setiap guru-gurunya itu merasa kasih saying kepada beliau, karena kesungguhannya serta kejernihan Otaknya, masing-masing mengharap supaya murid yang muda ini akan menjadi Ulama yang kelak membawa Syiar Islam ke negeri di bawah angin (Indonesia) ini.
Keuletan dan kesungguhan didalam mempelajari soal-soal yang sulit dari Ilmu agama itu seperti Tafsir, Fiqih, Tasauf, dan lain-lain, menjadikan beliau disegani oleh-pelajar-pelajar yang lain yang semasa dengan beliau. Apabila beliau menelaah kitab, lupalah ia makan dan tidur, melainkan kitab itu tidak lekang dari tanganya.
Semasa dengan beliau itu banyak jugalah pelajar-pelajar Indonesia di Mekkah, yang telah termasyur sebagai Ulama-ulama besar seperti : Kiai Abdul Karim, KH. Abdul Majid, Syeck Mustafa Husein Purba Baru, Syeikh Abdul Qadir Al-Mandily dan H.M. Darwis atau Dahlan yang ketika itu juga sudah terhitung seorang Guru Ulama di Mekkah.
Setelah 9 Tahun lamanya beliau belajar di Mekkah maka karena panggilan yang telah berkali-kali dari orang tuanya suapaya pulang, bahkan Ibunyapun sudah meninggal, serta ayahnya sudah kawin pula, maka meskipun dengan hati yang amat berat meninggalkan tanah suci, beliaupun pulanglah kembali ketanah air dengan melalui Singapore juga, kemudian terus menuju Labuhan, yaitu pada kira-kira tahun 1903. Didapatinya kota Labuhan ketika itu sudah bertambah ramai dengan penduduk, tetapi keadaan demikian tidaklah menjadikan kota itu semakin baik, malah sebaliknya.
Meskipun orangtuanya seorang hartawan dan bergelar pula Datuk Syahbandar, banyak sahabat dan kenalan, tetapi beliau (H.Hasan )tidak menarik sedikit juga hidup dengan kemewahan itu.( Continiu)




1 komentar: