( Mengupas Ulama Kharismatik Syech Hasan Maksum) 1
Oleh :
Sahrialsyah Sinar
Program
Pascasarjana UIN-SU Medan Jurusan PEDI Konsentrasi
Manajemen
Pendidikan Islam
Jl. Sutomo
Ujung No.1 Medan
Nama
lengkap beliau Syeikh Hasanuddin Ma’sum gelar Imam Paduka Tuan, dan masa kecilnya
bernama Hasan. Dilahirkan pada tahun 1884 M ( 1302 H ) di Labuhan Deli.
Pada
waktu itu, yaitu pada tahun 1885, Labuhan Deli telah menjadi suatu Kota
Pelabuhan, ramai dengan saudagar – saudagar baik yang membuka kedai ( toko ),
maupun yang pada setiap saat pulang pergi ke Malaysia. Sedang Medan ketika itu,
baru satu kampung belaka, yang keadaannya tergantung pada Labuhan. Kereta api
belum ada, hubungan dengan bendi ( sado ) amat sukar, meskipun hanya jarak 20
KM, karena jalannya pun berkelok – kelok, mengikuti tepi aliran Sei Deli, yang
masih merupakan hutan belukar, yang kadang – kadang terjadi penyamunan.
Dalam
suasana keadaan kedua Kota demikian itulah dilahirkan Syeikh Hasan Ma’sum, yang
sejak kecilnya bernama Hasan, ayahnya bernama H. Ma’sum Datuk Bandar, seorang
kaya lagi ‘Alim, mempunyai tanah kebun yang luas, berpangkat Syahbandar bertitel
Datuk.
Konon
titel ini berasal dari nenek moyangnya, ada riwayat yang mengatakan berasal
dari Tambusai, ada yang mengatakan berasal dari Pasai ( Aceh ), dan ada pula
mengatakan berasal dari Tembilahan.
Jabatan
Syahbandar itu adalah semula jabatan neneknya, tetapi setelah beliau wafat
digantikan oleh ayah H. Ma’sum, sebagai syahbandar di Labuhan, karena Belawan
ketika itu belum ada. Orang tuanya sangat bersuka cita dengan kelahiran Hasan,
karena setelah lahirnya rezekinya bertambah murah, berlipat ganda dari yang
sudah – sudah, hasil kebun ladanya menjadi – jadi menandakan turunnya hujan
rahmat.
Hasan
adalah anak tunggal bagi ibunya, tiada saudaranya, melainkan lain ibu satu
bapak. Sejak kecilnya telah kelihatan sifat – sifat yang baik mempunyai budi
pekerti yang terpuji, tidak menyusahkan ibu bapaknya dengan menangis atau
kangar melainkan selalu riang, dan sering bercakap – cakap, seolah – olah
sesuatu yang terlihat dan terdengar atau terasa olehnya, diperhatikan dan
difikirkan dengan seksama. Demikian sampai uur 3 tahun, wajahnya semakin berse-
seri, dari air muka dan cahaya matanya terbayang sifat – sifat bakal menjadi
ternama, orang yang taqwa kepada Allah S.W.T
Ketika
itu di Labuhan telah ramai dengan berbagai bangsa hingga disitu berdirilah
sekolah – sekolah dan di antaranya terdapat juga sekolah Inggris.
Maka
ketika beliau ( Hasan ) berumur 7 tahun, lalu dimasukkan orang tuanya ke
sekolah Inggris, gurunya adalah seorang Eurasian, dari Penang. Bernama Mr.
Henry peranakan Inggris. Ketajaman otaknya ternyata benar hingga gurunya
sendiri memuji beliau, setiap tahun mendapat nilai ( ponten ) yang tinggi dan
terus menerus naik kelas.
Apa
saja hapalan yang disuruh hapal gurunya, tidak satupun yang tidak dapat
diketahuinya apakala diuji besok harinya, yang oleh karena itu, gurunya amat
kasih sayang kepada beliau.
Disamping
sekolah Inggris itu, apabila petang ( malam ), beliau pun belajar mengaji pula.
Orangtuanya mengajari beliau tentang Usuluddin dan lain lain. Demikianlah semasa
msih kecil, beliau telah menujukkan kemauan yang keras untuk belajar, lebih
lebih yang amat digemarinya ialah ilmu agama dan segala sesuatu yang berkenaan
dengan kisah Rasull S.A.W dan kisah sahabat – sahabat r.a. sampai jauh malam,
dimana orang tuanya telah tidur nyenyak tapi beliau masih tetap memegang kitab
dan menghapal serta mencatat apa apa yang perlu diketahuinya. Gurunya di
sekolah Inggris itu bahkan controleur Labuhan sendiri telah meminta /
mengajurkan kepada orang tuanya supaya beliau dikirim ke Singapura untuk
meningkatkan pelajarannya di Raffles Institut supaya kelak menjadi seorang
intelektual yang berguna bagi bangsanya. Tetapi orangtunay telah berniat untuk
dikirim ke tanah suci ( Mekkah ) untuk mempelajari ilmu agama, karena soal
agama lebih penting dipelajari.
Apalagi
ketika itu deli, Sumatera Timur umumnya masih ketinggalan dalam ilmu-ilmu agama
dan syiar-syiar Islam, karena mubaliqh/ guru agama belum berapa. Sedang
penduduk masih banyak lagi yang beragama pelbegu, atau agama hindu dan syiwa.
Ketika
beliau ( Hasan ) berumur genap 10 Tahun, lalu diajukanlah pertanyaan, apakah
diteruskan belajar di Singapura sebagai permintaan gurunya. Atau ke Mekkah
sebagai niat Ayahnya?. Lalu beliau memilih ke mekkah sebagai suatu pilihan yamg
tepat. Sesuai dengan kegemaran dan niat ayahnya. Oleh karena itu kepergiannya
ditunggulah dengan masa keberangkatan Jamaah Haji, agar beliau bersama-sama
menuju Makkatul Mukarramah.
Pada
waktu itu jamaah haji menuju Mekkah, hanya dengan Kapal layar, karena Kapal Api
Kongsi tigapun belum ada. Kapal layar itu harus menuju Sngapore lebih dahulu
melalui gelombang selat Malaka selama 4
hari 5 malam. Untuk mengisi perbekalan-perbekalan dalam melanjutkan perjalanan
menuju Jeddah.
Bahwa
pelayaran semacam itu akan menhadapi mara bahaya yang sangat besar, tidak dapat
dikatakan karena kapal layar itu besarnya tidak sampai sepersepuluh dari kapal
api yang ada sekarang. Harus mengharungi gelombang-gelombang sebesar gunung.
Terutama ditengah-tengah samudera Indonesia dan Scotra. Memang merupakan
pelayaran yang mengalami penderitaan yang maha dahsyat, dan serasa-rasa nafas
dilobang hidung barulah sampai di Jeddah setelah berlayar yang terkadang-kadang
lamanya lebih dari 3 bulan.
Demikianlah
tiap-tiap keberangkatan Jamaah haji Indonesia pada masa itu atau kira-kira 90
tahun yang telah lalu.maka tibalah saatnya untuk memberangkatkan jamaah haji
yang kira-kira pada tahun 1895, yang didalam rombongan itu ikutlah beliau
(Hasan) yang pada waktu itu masih berumur 10 tahun bertolak dari pelabuhan
Labuhan Deli yang diiringi ratap tangis serta suara azan yang merdu dengan doa
yang gemuruh dari kaum keluarga yang tinggal.
Hasan
dipeluk cium orang tuanya, karena kasih sayangnya yang bukan kepalang.sebagai
seorang ayah anaknya. Keberangkatan Hasan yang masih muda itu mendapat
perhatian yang amat besar dari seluruh masyarakat dan sanak saudara, penduduk
Labuhan sampai titi papan dan kampung Besar, hingga beratus-ratuslah orang yang
mengantarnya.
Pada
petang hari beberapa perahu layar itupun bertolaklah dari Labuhan menuju
Singapore, dengan memohon lindungan rahmat kepada Ilahi, kiranya selamat dari
mara bahaya. Setelah mengharungi gelombang Selat Melaka selama ± 4 hari 5
malam, akhirnya sampailah mereka ke Singapore dengan selamat.
Di
Singapore mereka berhenti kira – kira ⅔ hari, menunggu angin yang baik sambil
membeli pembekalan, pakaian dan sebagainya. Karena pelayaran dari Singapore ke
Jeddah makan tempo selama 3 bulan dan paling cepat sampai 75 hari.
Pelayaran
rombongan jema’ah itu mudah – mudahan dilindungi oleh Allah SWT, tidak pernah
berjumpa dengan badai yang keras, melainkan cuaca terang benderang, angin turut
pula membantu, hingga laju perahu adalah ibarat ibarat kijang berlari dan
akhirnya sampailah mereka ke Jeddah dengan selamat.
Masa itu kedatangan Jamaah Haji dari
Indonesia dan bawah angin dielu-elukan oleh penduduk Jeddah, dan rombongan
mereka itupun mendapat sambutan yang membesarkan hati. Pada masa itu Mekkah
(Hijaz) masih dibawah pemerintahan Syarif Husein. Setelah sampai di Jeddah
mereka menginap dirumah tumpangan seorang Syeikh Jamaah selama dua minggu,
karena menunggu kedatangan Jamaah dari India, Persia, dan mesir untuk
bersama-sama berangkat ke Mekkah. Perjalanan masa itu dari Jeddah—Mekkah adalah
dengan Unta, dengan kafilah yang besar, beribu-ribu sekali berangkat, cukup
dengan pengawalnya, kadang-kadang diiringi dengan Asykar kerajaan karena
dikhawatirkan kalau-kalau ditengah jalan berjumpa dengan penyamun-penyamun
bangsa badui yang tidak kenal dengan undang-undang atau peraturan-peraturan.
MEKKAH PADA PADA KIRA-KIRA TAHUN 1875 M
Pada masa itu di
Mekkah banyak Ulama-ulama besa r dan yang menjadi gurunya
di antaranya :
1. Syeikh Ahmad Khatib El Minangkabaui, berasal dari
Manijau, yang disegani oleh sekalian Ulama-ulama karena kealimannya, beliau
diangkat Syarif Husein menjadi Imam Syafi’I di Masjidil Haram dan kemudian
diangkat pula menjadi Mufti kerajaan , suatu Jawatan yang tertinggi yang pernah
ditempati oleh anak-anak Indonesia. Pada beliaulah banyak orang-orang Indonesia
belajar terutama dari Sumatera, hingga murid-muridnya beratus-ratus jumlahnya.
2. Syeikh Al-Fadhil H.Abdul Salam, seorang Ulama berasal
dari Kampar.
3. Syeikh Ahmad Khayath,seorang Ulama ternama di Mekkah
dari bangsa Arab.
4. Syeikh A. Maliki, seorang Ulama ahli Nahu yang
terkenal, hingga beliau dikenal dengan “Zamawi” (Ahli Nahu zaman ini).
5. Syeikh Saleh Baffadhil.
6. Syeikh Amin Ridwan di Madinah berasal dari Minangkabau
juga.
Maka kepada
Ulama-ulama tersebut itulah beliau (Hasan) belajar Ilmu selama 9 tahun di
Mekkah.
1. Kepada Syeikh Ahmad Khatib, beliau mempelajari ilmu
Fiqih sedalam-dalamnya, dan oleh gurunya itu, murid yang masih muda ini
dianggap sebagai salah seorang Ulama Besar di belakangan hari melihat
kesungguhan dan ketajaman otaknya. Pada masa itu bersama-samalah beliau belajar
kepada Syeikh Ahmad Khatib dengan H. Amarullah, seorang Ualam terkenal
diSumatera Barat.
2. Kepada Syeikh Al-Fadhil H. Abd Salam, banyak juga
beliau belajar Ilmu-ilmu Agama dan bolehlah dikatakan bahwa Syeikh Al-Fadhil
Abd salam, adalah seorang guru yang menjadikan Beliau (Hasan) mengerti
sedikit-sedikit bahasa Arab dengan Ilmu-ilmu yang lain.
3. Kepada Syeikh Ahmad Khayath, beliau mempelajari Ilmu
Tasawuf, dengan kesungguhan studi siang dan malam, hingga matanglah
pelajaran-pelajaran Al-Ghazali, Ibnu Rusdy, dan lain-lain Imam yang besar.
4. Kepada Syeikh Ahmad Maliki, beliau mempelajari Ilmu
Nahu, Saraf, dan lain-lain dari Ulumul Arabiyah.
5. Kepada Syeikh Saleh Baffadal, beliau belajar banyak
mengenyam Ilmu-ilmu Pengetahuan.
6. Kepada Syeikh Amin Ridwan, beliau mempelajari
Ilmu-ilmu juga selama beliau berada di Madinah.
Setiap
guru-gurunya itu merasa kasih saying kepada beliau, karena kesungguhannya serta
kejernihan Otaknya, masing-masing mengharap supaya murid yang muda ini akan
menjadi Ulama yang kelak membawa Syiar Islam ke negeri di bawah angin
(Indonesia) ini.
Keuletan
dan kesungguhan didalam mempelajari soal-soal yang sulit dari Ilmu agama itu
seperti Tafsir, Fiqih, Tasauf, dan lain-lain, menjadikan beliau disegani
oleh-pelajar-pelajar yang lain yang semasa dengan beliau. Apabila beliau
menelaah kitab, lupalah ia makan dan tidur, melainkan kitab itu tidak lekang
dari tanganya.
Semasa
dengan beliau itu banyak jugalah pelajar-pelajar Indonesia di Mekkah, yang
telah termasyur sebagai Ulama-ulama besar seperti : Kiai Abdul Karim, KH. Abdul
Majid, Syeck Mustafa Husein Purba Baru, Syeikh Abdul Qadir Al-Mandily dan H.M.
Darwis atau Dahlan yang ketika itu juga sudah terhitung seorang Guru Ulama di
Mekkah.
Setelah
9 Tahun lamanya beliau belajar di Mekkah maka karena panggilan yang telah
berkali-kali dari orang tuanya suapaya pulang, bahkan Ibunyapun sudah
meninggal, serta ayahnya sudah kawin pula, maka meskipun dengan hati yang amat
berat meninggalkan tanah suci, beliaupun pulanglah kembali ketanah air dengan
melalui Singapore juga, kemudian terus menuju Labuhan, yaitu pada kira-kira
tahun 1903. Didapatinya kota Labuhan ketika itu sudah bertambah ramai dengan
penduduk, tetapi keadaan demikian tidaklah menjadikan kota itu semakin baik,
malah sebaliknya.
Meskipun
orangtuanya seorang hartawan dan bergelar pula Datuk Syahbandar, banyak sahabat
dan kenalan, tetapi beliau (H.Hasan )tidak menarik sedikit juga hidup dengan
kemewahan itu.( Continiu)
Selamat Akhiy Rial atas tulisannya. Thanks
BalasHapus