5
METODE PENDIDIKAN ISLAMI
Oleh : Sahrialsyah
Sinar
Metode
Pendidikan secara umum digunakan baik dirumah, dan disekolah, Madrasah,
Pesantren, maupun di masyarakat , perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa yang
dimaksud dengan Metode pendidikan di sini bukanlah hanya metode yang biasa
dikenal didunia pendidikan pada umumnya, seperti metode ceramah, Tanya jawab,
problem solving, dan sebagainya, namun lebih luas dari itu. Baiklah Penulis
akan paparkan Metode Pendidikan Islami itu secara garis besar terdiri dari Lima
yaitu:
1.
Metode Keteladanan ( Uswah
Hasanah).
Metode
ini merupakan metode yang paling unggul
dan paling jitu dibandingkan metode-metode lainnya. Melalui metode ini para
orangtua, pendidik atau da’I member contoh atau teladan terhadap anak/peserta
didiknya bagaimana cara berbicara, berbuat, bersikap, mengerjakan sesuatu atau
cara beribadah dan sebagainya.
Melalui
metode ini maka anak/peserta didik dapat melihat, menyaksikan dan menyakini
cara yang sebenarnya sehingga mereka dapat melaksanakannya dengan lebih baik
dan lebih mudah. Metode keteladanan ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw. Ibda’ Binnafsi .yang Artinya “Mulailah dari
diri sendiri”.
Maksud
hadis ini adalah dalam hal kebaikan dan kebenaran apabila kita menghendaki
orang lain juga mengerjakanya, maka mulailah dari diri kita sendiri untuk
mengejakannya.
2.
Metode Pembiasaan.
Untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban secara benar dan rutin terhadap anak/peserta
didik diperlukan pembiasaan. Misalnya agar anak/peserta didik dapat
melaksanakan Sholat secara benar dan rutin maka mereka perlu dibiasakan sholat
sejak masih kecil, dari waktu ke waktu. Itulah sebabnya kita perlu mendidik
mereka sejak dini/kecil agar mereka terbiasa dan tidak merasa berat untuk
melaksanakannya ketika mereka sudah dewasa.
Sehubungan
itu tepatlah pesan Rasulullah kepada kita agar melatih atau membiasakan anak
untuk melaksanakan Sholat ketika mereka berusia tujuh tahun dan memukulnya (
tanpa cedera/ bekas) ketika berumur sepuluh tahun atau lebih apabila mereka
tidak mengerjakannya. Dalam pelaksanaan metode ini diperlukan pengertian,
kesabaran, dan ketelatenan orangtua, pendidik dan Da’I terhadap anak/peserta
didiknya.
3. Metode
Nasihat.
Metode
inilah yang paling sering digunakan oleh para orangtua, pendidik, dan da’I
terhadap anak/peserta didik dalam proses pendidikannya. Member nasihat
sebenarnya merupakan kewajiban kita selaku muslim seperti tertera dalam QS.
Al-Ashr ayat 3, yaitu agar kita senantiasa member nasihat dalam hal kebenaran
dan kesabaran. Rasulullah bersabda : “Ad-Diinul
Nashiah” Yang artinya “Agama Itu adalah Nasihat”.
Maksudnya
adalah agama itu berupa nasihat dari Allah bagi umat manusia melalui para Nabi
dan Rasul-Nya agar manusia hidup bahagia, selamat dan sejahtera di dunia dan di
akhirat. Selain itu menyampaikan ajaran agamapun bias dilakukan melalui
nasihat.
Agar
nasihat ini dapat terlaksana dengan baik, maka dalam pelaksanaannya perlu
memperhatikan beberapa hal, yaitu:
a.
Gunakan
kata dan bahasa yang baik dan sopan serta mudah dipahami.
b.
Jangan
sampai menyinggung perasaan orang yang
dinasihati atau orang di sekitarnya.
c.
Sesuaikan
perkataan kita dengan umur sifat dan tingkat kemampuan/kedudukan anak atau
orang yang kita nasihati.
d.
Perhatikan
saat yang tepat kita berikan nasihat. Usahakan jangan menasihati ketika kita atau
yang dinasihati sedang marah.
e.
Perhatikan
keadaan sekitar ketika member nasihat. Usahakan jangan di hadapan orang lain
atau apalagi dihadapan orang banyak kecuali ketika member ceramah/tausiyah.
f.
Beri
penjelasan, sebab atau kegunaan mengapa kita perlu memberi nasihat.
g.
Agar
menyentuh perasaan dan hati nuraninya, sertakan ayat-ayat Al-Qur’an , hadits
Rasulullah atau kisah para Nabi/ Rasul, para sahabatnya atau orang-orang
shalih.
4.
Matode Memberi Perhatian
Metode
ini biasanya berupa pujian dan penghargaan. Betapa jarang orang tua, pendidik,
atau Da’i memuji atau menghargai anak/ peserta didiknya. Menurut hasil
penelitian 95 % anak-anak dibesarkan dengan caci maki. Apakah kita termasuk
sebagai pelaku diantaranya? Naudzubillah, semoga saja tidak.
Sebenarnya
tidaklah sukar memuji atau menghargai anak/orang lain. Ada Pribahasa mengatakan
“Ucapan atau perkataan itu tidak dibeli” hanya ada keengganan atau gengsi
menyelinap kedalam hati kita. Mungkin itulah penyebabnya.
Rasullulah
sering memuji istrinya, putra-putranya, keluarganya, atau para sahabatnya,
misalnya Rasulullah memuji istrinya siti Aisyah dengan panggilan “Ya Khumaira”
artinya wahai yang kemerah-merahan, karena pipi siti Aisyah berwarna
kemerah-merahan, atau menggelari Abu Bakar sahabatnya sebagai As-Shidiq ( yang
membenarkan) dan masih banyak lagi. Pujian dan penghargaan dapat berfugsi
efektif apabila dilakukan pada saat dan cara yang tepat, serta tidak
berlebihan.
5.
Metode Hukuman.
Metode
ini sebenarnya berhubungan dengan pujian dan penghargaan.dengan pujian dan
penghargaan. Imbalan atau tanggapan terhadap orang lain itu terdiri dari dua,
yaitu penghargaan (reward/targhib)
dan hukuman (punishment/tarhib) Hukuman
dapat diambil sebagai metode pendidikan apabila terpaksa atau tidak ada
alternative lain yang bias diambil.
Agama
Islam memberi arahan dalam member hukuman terhadap anak/peserta didik hendaknya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.
Jangan
menghukum ketika marah, karena pemberian hukuman ketika marah akan bersifat
emosional yang dipengaruhi nafsu syaithaniyah.
b.
Jangan
sampai menyakiti perasaan dan harga diri anak atau orang yang kita hokum.
c.
Jangan
sampai merendahkan derajat dan martabat orang yang bersangkutan, misalnya
dengan menghina, atau caci maki di depan orang lain.
d.
Jangan
menyakiti secara fisik, misalnya menampar mukanya, atau menarik kerah bajunya,
dan sebagainya.
e.
Hukuman
bertujuan mengubah perilakunya yang kurang/tidak baik kita menghukum karena
anak/peserta didik berprilaku tidak baik.
Karena
yang perlu kita benci adalah perilakunya, bukan orangnya. Apabila anak yang
kita hokum telah memperbaiki prilakunya maka tidak ada alas an kita untuk tetap
membencinya.semoga kita bias memilih metode pendidikan yang tepat untuk digunakan, dan itu tegantung pada situasi
dan kondisinya.
(Penulis
adalah Guru PAI SD Namira, & Mahasiswa S2 Pascasarjana IAIN-SU Medan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar