![](file:///C:%5CUsers%5CMYCOMP%7E1%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_image001.gif)
Makalah
ini dipersentasikan Pada
Seminar
Pendekatan
Dalam Pengkajian Islam
Oleh
:
Sahrialsyah S
Semester/
Jurusan: I /MPI
Dosen Pembimbing
DR. MUHAMMAD
IQBAL,
M.Ag.
![](file:///C:%5CUsers%5CMYCOMP%7E1%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_image002.jpg)
PROGRAM
PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
DAFTAR ISI
KATA
PENGATAR……………………………………………………………………..
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN……………………………………………………………….
BAB II
PEMBAHASAN………………………………………………………………..
A.Klasifikasi Pengetahuan Manusia…………………………………………………….
B.Studi Islam
Dalam Kajian Ilmiah………………………………………………………..
C.Islam Sebagai
Doktrindan Ajaran……………………………………………………….
D.Islam Sebagai Pemikiran………………………………………………………………
BAB III KESIMPULAN…………………………………………………………………
DAFTAR BACAAN……………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara masalah kajian tentang
Islam tidak hanya terkait dengan persoalan ketuhanan atau keimanan saja, akan
tetapi kajian keislaman mencakup juga tentang sejarah kebudayaan Islam.
Dan kajian ilmiah tentang Islam
dapat dibedakan antara Islam yang merupakan sebagai sumber dan Islam sebagai
pemikiran serta fenomena sosial. Islam sebagai sumber bagi umat Islam adalah
mutlak, doktrinal dan harus diterima kebenarannya. Sedangkan Islam sebagai
pemikiran dan fenomena sosial, bersifat relatif, rentan terhadap perubahan.
Agama Islam, di samping sebagai
keyakinan yang dianut oleh manusia dengan corak spritualnya, juga harus
dipelajari sebagai objek kajian Ilmiah yang menarik. Alasannya adalah, Agama
dapat mempengaruhi semangat kerja, semangat juang dan berkorban bagi
pemeluknya. Bahkan menjadi kekuatan pendukung atau penghancur sebuah
rezim.
Di beberapa perguruan tinggi, kajian
tentang Islam telah menjadi bagian kajian ilmiah. Misalnya Ms Gill University,
Sarbonn University, dan lain-lain.
Pada bagian
berikutnya kajian Islam berkembang, tidak hanya mengkaji tentang ketuhanan,
tetapi juga mengkaji tentang ilmu-ilmu kealamam, sosial serta kemanusiaan. Pada
kesempatan ini pemakalah ingin menguraikan secara ringkas keberadaan studi
Islam dalam kajian ilmiah, hubungan dan implikasinya terhadap bidang ilmu
kealaman, sosial, dan humaniora, studi Islam dalam tiga kelompok ilmu tersebut
serta bagaimana pendekatan inter-disiplin dan multi-disiplin ilmu-ilmu ini
dalam studi Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Klasifikasi
Pengetahuan Manusia
Selain agama yang sumber ilmunya
bearasal dari agama atau dari Allah SWT, Maka Semua Ilmu Pengetahuan yang kenal
sekarang berseumber dari filsafat (Philosophia),
yang dianggap sebagai induk dari segala ilmu pengetahuan( mater scientiarum).Filsafat pada masa itu mencakup pula segala
pemikiran mengenai masyarakat, lama kelamaan sejalan dengan perkembangan zaman
dan tumbuhnya beradaban manusia, sebagai ilmu pengetahuan yang semula tergabung
dalam filsafat, memisahkan diri berkembang mengejar tujuan masing-masing.
Astronomi (ilmu tentang bintang-bintang) dan ilmu alam (fisika) merufakan
cabang-cabang filsafat yang pertama-tama memisahkan diri, yang kemudian diikuti
oleh ilmu kimia,Biologi, dan geologi dalam abad ke-19, dua ilmu pengetahuan
baru muncul ialah psikologi dan ilmu sosiologi.[1]
B.
Studi Islam dalam kajian ilmiah
Selanjutnya dapat dilihat bagaimana
Studi Islam dalam peta pengetahuan ilmiah, yang dapat dimulai dengan
menjelaskan apa maksud dari Studi Islam tersebut. Studi Islam (Islamis
studies= Dirasah al-Islamiyah) atau studi ilmiah tentang Islam
adalah upaya pengkajian Islam dengan menerapkan metode ilmiah,
khususnya dalam konteks sosial sains. Objek ilmiah studi Islam sering
diistilahkan dengan “ Islam pada tiga tingkatan “. Yang pada dasarnya
studi- studi ke- Islaman tidak pernah terlepas dari salah satu tingkatan ini,
baik pada tataran wahyu, pemahaman atau pemikiran dan pengamalannya dalam
masyarakat.
Islam sebagai wahyu adalah suatu hal
yang sudah tetap, yakni Islam seperti halnya yang tersebut dalam Al- Qur’an al-
Karim. Maka dalam memahami islam sebagai wahyu adalah suatu hal yang sangat
esensial dalam kajian- kajian ke- Islaman. Dan studi Tafsir
Al-
Qur’an al- Karim adalah merupakan salah satu contoh studi Islam pada tataran
yang pertama ini.
Pada tataran selanjutnya, yakni
Islam sebagai pemikiran atau pemahaman, memberikan ruang kajian ilmiah yang tidak
kalah luasnya dengan Islam sebagai wahyu. Banyak perdebatan-perdebatan antar
kelompok-kelompok teologi merupakan perdebatan dalam tataran ke-dua ini.
Contohnya adalah masalah tingkah laku seorang manusia, apakah ia mempunyai
kehendak sendiri ataukah pekerjaannya sudah ditakdirkan oleh Allah SWT.
Perdebatan dalam masalah ini ramai diperbincangkan oleh kaum Mu’tazilah,
As’ariyah dan golongan lainnya. Selain itu, mengkaji
proses Mu’tazilah yang kemudian menganut paham free-will juga termasuk
dalam kajian Islam sebagai pemikiran. Bagaimana kemudian memahami kata kutiba
yang ada dalam ayat puasa kemudian diartikan menjadi wajib juga merupakan
contoh dari studi Islam pada tataran ke-dua.
Konsep kajian Islam sebagai pemikiran atau pemahaman adalah kajian yang
berangkat dari sumber-sumber yang diakui sebagai sumber-sumber Islam,
seperti Alquran al-Karim, Hadist, Ijma’ dan lain sebagainya.
Sedangkan Islam pada tataran terakhir, yakni Islam sebagai pengamalan, juga
memberikan ruang kajian ke-Islaman yang sungguh luas. Konsep kajian Islam
sebagai pengamalan berangkat dari pertanyaan dasar: bagaimanakah suatu
masyarakat mengamalkan Islam?. Dari kajian ke-Islaman pada tingkat ke-dua dan
ke-tiga inilah kemudian nantinya muncul studi wilayah, yakni memahami Islam
pada suatu masyarakat, daerah, bangsa atau etnis Islam.
Salah satu perbedaan antara Islam sebagai pemahaman dengan Islam pada
pengamalan adalah aktualisasiya pada kehidupan. Karena bisa saja suatu
pemahaman tentang Islam tidak teraplikasikan dalam pengamalan, atau malah
bertentangan dengan fakta, contoh kajian pada tataran ini adalah “pengaruh
konsep wihdatul wujud pada aliran Tarikat Naqsyabandiah”, dan lain
sebagainya. Dalam kajian-kajian ke-Islaman, tiga tataran ini memang perlu
dijelaskan agar tidak terjadi kesalah pahaman antara pengkaji dengan
pembacanya.
Objek kajian studi Islam ini juga
memenuhi persyaratan yang diterapkan kepada ilmu-ilmu pengetahuan lainnya,
dapat diopservasi, dapat diteliti kembali kebenarannya, dapat diuji
intersubjektif dan inter-disiplin.
Studi Islam mempunyai kerangka
kerja, kerangka teoritis, pembahasan masalah, penyelesaian masalah, inquiry,
hipothesis dan kesimpulan. Perangkat langkah-langkah metodologis yang merupakan
syarat keilmiahan sebuah kajian telah dipenuhi oleh studi Islam.
Studi Islam juga memakai beberapa
pendekatan tertentu dalam kajiannya layaknya ilmu-ilmu lainnya. Objek-objek
studi Islam bisa didekati dengan pendekatan sosiologis, antropoligis,
psikologis dan lain sebagainya.
Studi Islam telah memenuhi
syarat-syarat untuk dapat dikatakan ilmiah artinya studi Islam telah menempati
jajaran dan peta kajian-kajian ilmiah lainya. Dengan demikian diharapkan para
pengkaji ke-Islaman bisa mempertahankan keilmiahan kajiannya, hingga Islam bisa
dipahami dengan lebih objektif, universal dan humanis.
Namun walaupun demikian, ternyata
ada juga beberapa kendala menurut beberapa golongan yang mengakibatkan
studi-studi ke-Islaman pada beberapa kajian tidak bisa dipandang sebagai
ilmiah, dan tentu saja pendapat mereka itu juga disanggah oleh beberapa
golongan lainnya. Seperti studi sastra Islam dan memang juga merupakan problem
yang dihadapi oleh studi sastra pada umumnya- misalnya, kajian-kajian tentang
sastra dipandang tidak bisa mempertahankan keilmiahannya karena tidak bisa
melengkapi beberapa syarat-syarat keilmiahan seperti pengujian intersubjektif
dan lain sebagainya.
Selain itu, bagi para pengkaji Islam
yang shaleh-shaleh dalam pengertian tradisional, ada beberapa objek, yang
terdapat keterasingan dalam mengkaji Islam bila ingin menjadikan kajian
tersebut memenuhi syarat ilmiah yang diajukan oleh para sarjanawan ilmu-ilmu
lain. Seperti Sejarah Islam, bagi pengkaji muslim, sejarah Islam tidak bisa
dilepaskan dari wahyu, bahwa kepintaran dan kebijakan Muhammad tidak
semata-semata hasil dari usahanya dalam bermasyarakat akan tetapi juga
merupakan bimbingan tuhan. Disinilah persoalan kemudian muncul karena syarat
“keilmiahan” sebuah kajian tidak bisa menerima sesuatu tanpa ada sumber yang bisa
dibuktikan dalam pandangan mereka, khususnya dalam pemahaman sarjanawan Barat.
Akan tetapi tentu saja hal ini dapat
dibantah bahwa kerangka dan langkah-langkah metodologi sebuah kajian tidak
harus sama dengan kajian lainnya. Islam mengakui wahyu, ilham dan intuisi
sebagai sumber pengetahuan sementara aliran rasionalis tidak mengakuinya.
Aliran rasionalis harus lebih rendah hati dan sadar bahwa mengkaji Islam dalam
segala aspeknya tidak akan bisa dilepaskan secara total dari wahyu, agar sebuah
kajian ke-Islaman dapat menghasilkan kesimpulan yang lebih mendekati kebenaran.
Karena studi Islam berobjek kepada tiga tataran objek
kajian seperti yang dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kebanyakan
studi Islam masuk dalam bagian ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora. Dan yang
dikaji secara ilmiah dalam Islam adalah sejarahnya, baik sejarah pemikiran
maupun sejarah kebudayaan dan peradaban. Dalam kaitannya dengan ilmu yang telah
diterangkan diatas, yaitu ilmu alam, ilmu sosial, dan humaniora, ketiga ilmu
ini dapat dikaji dalam Studi Islam. Kita sudah mengetahui bahwa sumber
ilmu itu dari Tuhan. Tuhan mensiptakan alam jagad raya ini serta segala isinya
untuk manusia yang yang diwahyukan Tuhan kepada UtusanNya. Alam jagad (termasuk
didalamnya manusia) adalah ensiklopedi dari wahyu, dan wahyu adalah kamus
(thesaurus) dari alam jagad[2]
Ilmu pengetahuan dari aspek
pragmatis terbagi kepada dua. Pertama ilmu kealaman seperti: Fisika,
Kimia, Biologi yang bertujuan mensari hukum-hukum alam atau mensari keteraturan-keteraturan
yang terjadi pada alam. Kedua ilmu budaya yang mempunyai sifat tidak berulang.
Di antara kedua ilmu itu terdapat pula ilmu sosial yang mencoba memahami
gejala-gejala yang tidak berulang tetapi dengan sara memahami keterangannya Sedangkan
ilmu pengetahuan manusia berdasarkan kepada klasifikasi ilmu menurut objek ilmu
pengetahuan terbagi pada tiga bagian. Yaitu; Ilmu-ilmu Alam, Ilmu-ilmu Sosial
dan Humaniora.[3]
1.Ilmu-Ilmu Alam
Ilmu
Pengetahuan Alam merupakan ilmu teoritis
yang didasarkan pada pengamatan dan percobaan-percobaan terhadap gejala-gejala
alam, Fakta-fakta tentang gejala alam/ gejala kebendaan diselidik,dan diuji
berulang-ulang melalui percobaan-percobaan (eksperimen),kemudian berdasarkan
hasil eksperimen itulah dirumuskan keterangan Alamiahnya (teorinya). Teori
tidak dapat berdiri sendiri, Teori selalu didasari oleh suatu pengamatan.
Ilmu pengetahuan Alam itu bermula dari rasa ingin
tahu,yang merupakan suatu ciri khas manusia.Manusia mempunyai rasa ingin tahu
tentang benda-benda sekelilingnya, alam sekitarnya, bulan bintang dan matahari
yang dipandangnya, bahkan ingin tahu tentang diri sendirinya.Rasa ingin tahu
pada manusia adalah merupakan karunia Allah kepada manusia, sebagaimana firman
Allah kepada malaikat, bahwa Allah menciptakan seorang Khalifah( Adam As) di
muka bumi, kemudian Allah Mengajarkan Adam nama-nama seluruh ciptaan-Nya,
Firman Allah Awt:
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama(benda) seluruhnya kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat,lalu berfirman :Sebutkanlah kepadaku
nama-nama benda-benda itu,jika kamu memang benar”.Mereka menjawab:”Maha suci
engkau,tidak ada yang kami ketahui, selain daripada yang telah engkau ajarkan
kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha tahu lagi Maha bijaksana”.Allah
Berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda itu”(
QS-Al-baqarah: 31,32 dan 33).
Rasa ingin tahu yang terus menerus berkembang dan seolah-olah
tanpa batas itu menimbulkan perbendaharaan pengetahuan pada manusia itu
sendiri,hal ini tidak saja meliputi kebutuhan-kebutuhan praktis untuk hidupnya
sehari-hari seperti bercocok tanam,atau membuat alat-alat berburu dan bertani.
Pengetahuan manusia berkembang sampai menyangkut keindahan dan teknologi.[4]
Telah merupakan kenyataan yang tak
tergoyahkan lagi bahwa pemikir ilmiah selalu berada di belakang setiap kemajuan
yang disapai oleh manusia dari masa kemasa. Langkah pertama dimulai ketika
manusia menemukan bagaimana caranya belajar melalui cara mencoba-coba (trial
and arror), dan cara ini pada akhirnya membimbing manusia kepada
pengetahuan yang ilmiah, yaitu pengetahuan yang melibatkan observasi dan
eksprimentasi dan mencakup ilmu-ilmu kealaman dasar seperti kimia, fisika,
matematika, astronomi, geologi, botani dan zologi, bersama dengan bentuk-bentuk
terapannya dalam bidang pengobatan, pertanian, permesinan, farmasi, kedokteran
hewan, dan lain-lain
Ilmu-ilmu kealaman disebut juga
ilmu-ilmu eksakta (ilmu pasti)yang kebenarannya pasti, walaupun dalam kenyataan
sosiologisnya bersifat kebenaran probabilistis. Yaitu sebuah teori keilmuan
yang saat ini dianggap benar, namun besar kemungkinan pada saat yang lain
terori tersebut akan di tumbangkan oleh teori yang datang belakangan.
Ilmu-ilmu kealaman disebut juga
ilmu-ilmu eksakta (ilmu pasti)yang kebenarannya pasti, walaupun dalam kenyataan
sosiologisnya bersifat kebenaran probabilistis. Yaitu sebuah teori keilmuan
yang saat ini dianggap benar, namun besar kemungkinan pada saat yang lain
terori tersebut akan di tumbangkan oleh teori yang datang belakangan.[5]
2.Ilmu-Ilmu Sosial
Prof. Dr. P.J. Bouman mendefinisikan
ilmu sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perhubungan-perhubungan
sosial antara manusia dengan manusia, antara manusia dan golongan manusia,
serta sifat dan perubahan- perubahan dari bangunan dan buah fikiran sosial. Ia
berusaha mensapai sintesis antara ilmu jiwa sosial dan ilmu bentuk sosial,
sehingga dapat memahami kenyataan masyarakat dalam hubungan kebudayaan umumnya.[6]
Dinamakan sebagai ilmu- ilmu sosial
adalah karena ilmu- ilmu tersebut mengambil masyarakat atau kehidupan
bersama sebagai objek yang dipelajarinya. Ilmu-ilmu sosial belum mempunyai
kaidah-kaidah dan dalil-dalil yang tetap yang diterima oleh sebagian besar masyarakat,
karena ilmu-ilmu tersebut belum lama berkembang. Dan yang menjadi objek
dari ilmu- ilmu sosial ini adalah masyarakat/ manusia yang selalu
berubah-ubah. Karena sifat masyarakat selalu berubah-ubah, hingga kini belum
dapat diselidiki dan dianalisa sesara tuntas hubungan antara unsur-unsur di
dalam masyarakat sesara mendalam.[7]
Ilmu sosial bukanlah merupakan suatu
ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri seperti Pengantar Sosiologi,Pengantar
Ilmu Ekonomi dan sebagainya, melainkan berasal dari berbagai bidang keahlian
sebagai sarana untuk memecahkan masalah-masalah sosial yang di hadapi
masyarakat Indonesia.
Tujuan Ilmu Sosial adalah untuk
membantu perkembangan wawasan, penalaran dan kepribadian manusia agar
memperoleh wawasan, dan penalaran yang luas dari ciri-ciri kepribadian yang
diharapkan dari Mahasiswa khususnya yang berkenaan dengan sikap dan tingkah
laku manusia dalam menghadapi manusia-manusia lain, serta sikap tingkah laku
manusia-manusia lain terhadap manusia yang bersangkutan secara tibal balik.
3.Ilmu Humaniora
Pembahasan mengenai humaniora, tidak
jauh berbeda dengan ilmu sosial, sebab humaniora juga menempatkan manusia
sebagai objek kajiannya. Perbedaan yang sangat tipis antara ilmu sosial dan
humaniora adalah, ilmu sosial mengakaji tingkah laku manusia dengan manusia
lainnya ketika dia berinteraksi. Sedangkan humaniora adalah mempelajari aspek
etis dari inter aksi itu atau aktualisasi dari potensi manusia dalam wilayah
fikiran, rasa, dan kemauan.[8]
Menurut Prof. Dr. T. Jasob, humaniora
adalah Ilmu-ilmu “kejiwaan” (Geisteswissensshaften,”spiritual” scienses)
dikurangi dengan ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu perilaku (sebagian), atau
dengan lebih fositif, ia mencakup bahasa dan sastra, sejarah kebudayaan,
filsafat dan etika, hukum serta agama (teologi). Dengan pendidikan saya
maksudkan edukasi, jadi meliputi pendidikan intelektual maupun etika. Dengan
perkataan lain, lebih luas dari pada pengajaran dan latihan. Dengan pendidikan
manusia diproses menjadi manusia dewasa yang utuh untuk kehidupan, di samping
dilatih menjadi tenaga kerja untuk penghidupannya; jadi dia dipersiapkan agar
adabtable terhadap lingkungan masa depan. Tidak hanya untuk lingkungan masa
kini.[9]
C.Islam Sebagai Doktrin Dan Ajaran
Islam
merupakan Agama yang multidemensi yang dapat dikaji dari berbagai aspek baik
dari tinjauan budaya, social maupun dari aspek doktrin, Agama Islam apabila
ditelaah dari aspek doktrin maka yang akan muncul adalah ajaran-ajaran yang ada
di dalam Agama Islam itu sendiri yang bisa saja ajaran tersebut tidak dapat
diganggu gugat keberadaannya.Dalam Makalah ini kita akan membahas tentang Trilogi
doktrin( ajaran),Islam yang biasa dikenal Trilogi illahi yakni, Iman,Islam dan
Ikhsan.
Ada dua sisi yang dapat kita gun akan untuk memahami
pengertian Islam,yaitu sisi kebahasaan dan sisi peristilahan. Kedua sisi ini
pengertian tentang Islam ini dapat dijelaskan sebagai berikut.Dari segi
kebahasaan Islam Berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata Salima
Yang mengandung arti selamat,
sentosa, dam damai, dari kata salima selanjutnya diubah menjadi bentu aslama
yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian.[10]
Senada dengan pendapat diatas,
sumber lain mengatakan bahwa Islam berasal dari bahasa Arab, terambil dari kata
salima yang berarti selamat,sentosa dari kata itu dibentuk kata aslama yang
artinya memelihara dalam keadaan selamat sentosa dan berarti pula menyerahkan
diri, tunduk, patuh, dan taat, kata aslama itulah yang menjadi kata Islam,yang mengandung arti
segala arti yang terkandung dalam arti pokonya.Oleh sebab itu orang yang
berserah diri, patuh, dan taat disebut sebagai orang Muslim. Orang yang
demikian berarti telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, dan patuh
kepada Allah Swt. Orang tersebut selanjutnya akan dijamin keselamatannya
didunia dan akhirat.[11]
Dari Pengertian Kebahasaan ini, kata
Islam dekat dengan arti kata Agama yang berarti menguasai, menundukkan,
patuh,hutang, balasan, dan kebiasaan.[12]
Senada dengan itu Nurcholis Madjid
berpendapat bahawa sikap pasrah kepada Tuhan merupakan hakikat dari pengertian
Islam. Sikap ini tidak saja merupakan ajaran Tuhan kepada Hambanya. Tetapi Ia
diajarkan Oleh-Nya dengan disangkutkan kepada Alam manusia itu sendiri, dengan
kata lain Ia diajarkan sebagai pemenuhan alam manusia, sehingga pertumbuhan
perwujudannya pada manusia selalu bersifat dari dalam,tidak tumbuh, apa lagi
dipaksakan dari luar. Karena cara yang demikian menyebabkan Islam tidak
Otentik, karena hilangnya dimensinya yang paling mendasar dan mendalam,yaitu
kemurnian dan keikhlasan.[13]
D.Islam
Sebagai Pemikiran
Pemikiran Islam dibangun dan dikembangkan berdasarkan
anggapan dasar atau paradigma tertentu. Di atas asumsi inilah berbagai
perspektif dan metodologi pemikiran keislaman ditegakkan. Demikian pula asumsi
dasar penting bagi Muhammadiyah sebagai fondasi bagi pengembangan pemikiran
keislaman untuk praksis sosial. Karena itu, pembahasan asumsi mengenai hakekat
pandangan keagamaan – posisi Islam, sumber, fungsi dan metodologi pemikiran
Islam — sangat signfikan untuk menentukan cara kerja epistimologi pemikiran
keislaman, baik pendekatan maupun metode yang dipergunakan.
Posisi Islam dan pemikiran
Islam.
Membedakan antara Islam dan pemikiran Islam sangat penting di sini. Pemikiran
Islam bukanlah wilayah yang terbebas dari intervensi historisitas (kepentingan)
kemanusiaan. Kita mengenal perubahan dalam pemikiran Islam sejalan dengan
perbedaan ruang dan waktu. Pemikiran Islam tidak bercita-cita untuk mencampuri
nash-nash wahyu yang tidak berubah (al-nushushu al-mutanahiyah) melalui tindakan
pengubahan baik penambahan dan pengurangan atau bahkan pengapusan. Bagaimanapun
kita sepakat bahwa Islam (obyektif) sebagai wahyu adalah petunjuk universal
bagi umat manusia. Pemikiran Islam juga tidak diarahkan untuk mengkaji Islam
subyektif yang ada dalam kesadaran atau keimanan setiap para pemeluknya. Karena
dalam wilayah ini, Allah secara jelas menyakatan kebebasan bagi manusia untuk
iman atau kufur, untuk muslim atau bukan (freedom of religion; qs. Al-Baqarah
256; Al-Kafirun 1-6). Pemikiran Islam lebih diarahkan untuk mengkaji dan
menelaah persoalan-persoalan dalam realitas keseharian unat muslim yang “lekang
dan lapuk oleh ruang dan waktu” (al-waqai’ ghairu mutanahiyah).
Pemikiran Islam. Sumber Setiap disiplin keilmuan dibangun dan
dikembangkan melalui kajian-kajian atas sumber pengetahuannya. Sumber pemikiran
Islam adalah wahyu, akal, ilham atau intusi dan realitas.
Hanna Djumhana Bastaman memberikan
beberapa pola pemikiran “Islamisasi sains” berkaitan dengan inter-disiplin dan
multi-disiplin sebagai berikut :
a. Similarisasi
: Penyamaan konsep.
b. Paralelisasi
: Memparalelkan
konsep.
c. Komplementasi : Saling memperkuat satu
sama lain.
d. Komparasi
: membandingkan
konsep atau teori.
e. Induktivikasi
: Menghubungkan prinsip agama kepada asumsi-asumsi.
f. Verifikasi
:
Pembuktian kebenaran agama oleh suatu hasil penelitian.[14]
E.Islam Sebagai Realitas Sosial ( Sejarah)
Interdisiplin
pendekatan akan terjadi bila sebuah objek sebuah displin ilmu didekati dengan
pendekatan disiplin ilmu lainnya, sebut saja gabungan pendekatan sosiologis dan
historis, atau sosiologis dengan psikologis. Contoh kajian yang menggunakan dua
pendekatan adalah sosiologi sastra dimana ilmu kesastraan didekati dengan pendekatan
sosiologis, kajian ini akan mempelajari aspek-aspek sturuktur masyarakat dalam
sebuah karya sastra, sejarah sosial ummat Islam. Politik hukum Islam, dan lain
sebagainya. Seperti yang dipaparkan diatas bahwa objek kajian-kajian ke-Islaman
bisa didekati dengan beberapa pendekatan. Aspek hukum Islam bisa didekati
dengan pendekatan psikologis atau sosiologis atau fenomenologis. Interdisplin
ini sungguh berguna bagi kajian-kajian ke-Islaman, karena sebuah objek kajian
akan dapat dipahami dengan lebih detil, dan seringkali kajian ke- Islaman yang
menggunakan sebuah pendekatan tidak bisa menjelaskan sebuah penomena, lalu bisa
dijelaskan dengan kajian yang mengambil objek yang sama tapi dengan menggunakan
pendekatan yang berbeda.[15]
Sejarah
Islam saja tidak akan bisa menjelaskan kenapa Ali tidak bisa memaksakan
kehendaknya untuk tidak berdamai dengan Mua’wiyah pada kejadian tahkim,
kenapa para Qurra (pendukung dan tentara Ali) memaksa untuk
berdamai, padahal ia adalah pemimpin sah, menantu dan sepupu Rasul, termasuk
orang paling dihormati, pintar dan termasuk salah satu orang yang paling dahulu
masuk Islam, kecuali bila didekati dengan pendekatan sosiologis. Kajian sejarah
sosial ternyata bisa menjelaskannya dengan baik dengan mengemukakan bahwa
ternyata pendukung Ali adalah orang-orang Arab Selatan yang tidak pernah
hidup dengan administrasi negara yang mapan, selalu terjadi pergantian
pemimpin dalam kurun waktu yang singkat, badui, dan hidup miskin.[16]
BAB III
KESIMPULAN
Dari tiga
kalasifikasi ilmu pengetahuan tersebut, satu dengan yang lainnya tidak bias
terpisahkan. Dengan kata lain ilmu alam tidak bisa terlepas dari ilmu social
dan humaniora, humaniora tidak bisa terlepas dari ilmu social dan ilmu alam,
begitu juga ilmu social tidak bisa terlepas dari ilmu alam dan humaniora.
Ketiganya saling berkaitan. Walaupun tampak pemisahan atau pembagian
pengetahuan, bukanlah berarti ilmu itu tidak terkait satu sama yang lainnya.
Pemisahan itu terjadi, karena ilmu pengetahuan itu berkembang dalam proses yang
cukup lama. Tetapi dalam perkembangannya lebih lanjut, tampak kecenderungan
generalisasi dari beberapa cabang ilmu pengetahuan, sehingga beberapa cabang
ilmu pengetahuan itu bertemu kembali, karena pada hakikatnya satu unit. Studi Islam,
berkaitan dengan tiga macam klasifikasi ilmu tersebut dapat dikaji secara
epistimologi, sebab Islam menempati posisi sentral kajian keilmuan. Dan
ternyata dapat dikaji dari berbagai perspektif, baik sosiologis, antropologis
dan histories fenome.
DAFTAR
BACAAN
Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori
dan Praktek, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, Cet. IV,) 2004
A.Syafi’i
Ma’arif, ISLAM, Kekuatan Doktrin dan Keagamaan Umat, Cet., I ,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 1997
J. Bouman,
Ilmu Masyarakat Umum, Pengantar sosiologi, terj. (Jakarta: PT. Pembangunan), 1961
Maulana Muhammad Ali, Islamologi(Didul
Islam),(Jakarta : Ikhtisar Baru.Van Hoeve),
1980
Nasruddin Razak,Dienul Islam,( Bandung : Al-Ma’arif), 1977
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya,( Jakarta
: UI Press), 1979
Hasan
Langgulung, Pendidikan Islam, Demokratisasidan masa depan bangsa,
(makalah pertemuan mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN se-Indonesia, Yogyakarta), 1994
Nata Abuddin, Metodologi Studi Islam,(Jakarta,Cet.9 ,
PT.Grafindo Persada,) 2004
Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradapan, sebuah Tela’ah
Kritis Tentang Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan,(
Jakarta : Paramadina), 1992
Marshall
Hodgson dalam sub-bab kajiannya The Shar’i Vision dalam The Venture Of Islam, jil. I. (Chicago:
Chichago University Press), 1974
Afzalur Rahman,Quranic Science. Edisi
Indonesia, Al-Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan,Cet., II.( Jakarta: PT. Rineka Cipta), 1992
Risnawaty
Lely dkk,IAD, IBD, ISD,(Medan: IAIN PREES Medan),2002
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar,
Cet., 34,( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), 2002
T. Jacob, Manusia, Ilmu, dan Teknologi.
(Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya), 1988
[3]
Atho
Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, Cet. IV, 2004), h. 12
[5]
Afzalur
Rahman,Quranic Science. Edisi Indonesia, Al-Qur’an Sumber Ilmu
Pengetahuan,Cet., II. (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), h. 71
[6].J. Bouman,
Ilmu Masyarakat Umum, Pengantar sosiologi, terj. (Jakarta: PT. Pembangunan,
1961), h.13
[7] Soerjono
Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Cet., 34 (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), h.12
[14] Lihat buku gagasan dan perbedaan; Islamisasi Ilmu
Pengetahuan, Moeflieh Hasbullah ed. (Pustaka Cidesindo, Jakarta, 2000), h.
269.